BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Semua orang yang ada di dunia ini pasti
ingin untuk hidup sehat, karena kesehatan adalah harta yang tak ternilai
harganya, banyak cara yang di tempuh oleh semua orang untuk memperoleh
kesehatan. Seseorang dikatakan sehat tidak hanya dilihat dari segi fisiknya
saja, tetapi juga harus ditinjau dari segi kesehatan mentalnya. Seperi kata
pepatah “mensana in corporesano” yang artinya di dalam tubuh yang sehat
terdapat jiwa yang kuat. Mental merupakan salah satu unsur pembentuk jiwa.
Kesehatan mental sangat penting untuk selalu kita jaga, karena fisik yang kuat
tak akan berarti tanpa mental jiwa yang sehat.
Tidak seorangpun yang tidak ingin menikmati
ketenangan hidup, dan semua orang akan berusaha mencarinya, meskipun tidak
semuanya dapat mencapai yang diinginkannya itu. Bermacam sebab dan rintangan
yang mungkin terjadi sehingga banyak orang yang mengalami kegelisahan,
kecemasan dan ketidak puasan.
Keadaan yang tidak menyenangkan itu tidak
terbatas kepada golongan tertentu saja, tetapi tergantung pada cara orang
menghadapi sesuatu persoalan. Misalnya ada orang miskin yang gelisah karena
banyak keinginannya yang tidak tercapai, bahkan orang kaya yang juga gelisah, cemas dan merasa tidak
tentram dalam hidupnya yang diakibatkan faktor lain seperti kebosanan atau
ingin menambah hartanya lebih banyak lagi.
Setiap orang, baik yang berpangkat tinggi atau
tidak berpangkat bahkan seorang pesuruh, menemui kesukaran dalam berbagai
bentuk. Hanya
satu hal yang sama-sama dirasakan yaitu ketidaktenangan jiwa. Sesungguhnya
ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin, tidak tergantung
kepada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat
kebiasaan dsb. Akan tetapi lebih tergantung dari cara dan sikap menghadapi
faktor-faktor tersebut.
Jadi yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan
hidup adalah kesehatan mental. Kesehatan mental itulah yang menentukan
tanggapan seseorang terhadap suatu persoalan, dan kemampuannya menyesuaikan
diri. Kesehatan mental pulalah yang yang
menentukan apakah orang akan menpunyai kegairahan untuk hidup, atau akan pasif
atau tidak bersemangat.
Keadaan
berprilaku yang baik atau sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup beraktifitas dan berproduktif secara sosial
dan ekonomis dalam
lingkungan dan kehidupan sehari-hari. Seseorang harus peduli pada keadaan
dirinya mulai dari pengetahuan kesehatannya.
Seseorang harus mengetahui bagaimana
memelihara kesehatannya, seperti pengetahuan tentang penyakit menular,
pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait kesehatan, dan apa saja yang
memengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan
untuk menghindari kecelakaan.
Setiap orang juga diharapkan dapat memelihara kesehatan dan faktor-faktor lain
yang terkait dalam kesehatan.
Setelah Perang Dunia II, perhatian
masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan
suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in
confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi
pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya
di bidang kesehatan mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah
terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya
mengatasinya sejalan dengan peradaban. Untuk lebih lanjutnya, berikut
dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
Seperti juga psikologi yang mempelajari
hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia, maka
masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam
bentuk pengetahuan yang sederhana.
BAB II PEMBAHASAN
KESEHATAN MENTAL DAN PSIKOLOGI
A.
Devinisi
Kesehatan Mental
Istilah
Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari
bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan
kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau
kesehatan mental.
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik
berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial). Dalam
buku lain dikatakan bahwa kesehatan mental adalah suatu jiwa yang terdapat pada
seseorang yang dapat bertumbuh dan berkembang secara normal semaximal mungkin
serta bebas dari kelainan-kelainan, gangguan-gangguan, penyakit kejiwaan serta
dampak negatif terhadap system kejiwaragaan (mind body problem atau psychomatic
system).[1]
Dari berbagai macam pendapat tentang definisi kesehatan mental
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasecara umum kesehatan mental adalah suatu
kondisi dimana individu dapat menggunakan denganmaksimal kemampuannya, mampu
untuk mengatasi stress dan mengurangi timbulnya gangguanpenyakit mental,
gangguan emosional dan mampu merasakan secara positif kebahagian.
Mental
yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres)
orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari
tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto
Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental
adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang
dari lingkungannya.
Orang
yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun,
ia juga akan melakukan intropeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia
akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri.Solusi terbaik untuk
dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah dengan mengamalkan
nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental seseorang dapat
ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan
lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri
semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan
seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun kecerdasan
intelektual.
Mental hygiene merujuk pada pengembangan dan
aplikasi seperangkat prinsip-prinsip praktis yang diarahkan kepada pencapaian
dan pemeliharaan unsur psikologis dan Pencegahan dari kemungkinan timbulanya
kerusakan mental. Kesehatan mental terkait dengan; bagaimana kita memikirkan,
merasakan menjalani kehidupan sehari-hari; bagaimana kita memandang diri
sendiri dan sendiri dan orang lain; dan bagaimana kita mengevaluasi berbagai
alternatif dan mengambil keputusan. Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan
mental sangat penting bagi setiap fase kehidupan. kesehatan mental meliputi
upaya-upaya mengatasi stres, berhubungan dengan orang lain, dan mengambil
keputusan.[2]
B.
Devinisi Psikologi
Psikologi
yang dalam istilah lama disebut ilmu jiwa berasal dari bahasa Inggris
psychology. Kata psychology merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa
Greek (Yunani), yaitu: Psyche yang
berarti jiwa; Logos yang berarti ilmu.
Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa.[3]
R.S.
Woodworth memberi batasan tentang psikologi sebagai berikut: “Psychology
can be defined as the science of the activities of individual”,[4]
yang berarti bahwa psikologi dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari
segala tindakan-tindakan manusia atau perorangan.
Pada
pokoknya, psikologi itu menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis,
seperti berpikir, belajar, menanggapi, mencinta, membenci dan lain-lain.
Macam-macam kegiatan psikis pada umumnya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: 1)
pengenalan atau kognisi, 2) perasaan atau emosi, 3) kemauan atau konasi, 4)
gejala campuran.
Namun
hendaknya jangan dilupakan, bahwa setiap aktivitas psikis/jiwani itu pada waktu
yang sama juga merupakan aktifitas fisik/jasmani. Pada semua kegiatan jasmaniah
kita, otak dan perasaan selalu ikut berperan ; juga alat indera dan otot-otot
ikut mengambil bagian didalamnya. Penyelidikan terhadap organ-organ manusia
digolongkan dalam ilmu fisiologi. Yaitu meneliti peranan setiap organ dalam
fungsi-fungsi kehidupan seperti meneliti segala sesuatu tentang mata, ketika
subyek bisa melihat dan juga meneliti pengaruh kerja otak untuk mengkoordinir
semua perbuatan individu guna menyesuaikan dengan lingkungnnya.
C.
Hubungan
Kesehatan Mental dengan Ilmu Psikologi
Pada ilmu sosiologi, keterkaitan ilmu kesehatan mental adalah untuk
melihat kemampuan menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain
dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup karena dengan mengetahui
tentang ilmu kesehatan mental
dapat memberikan kebahagian dan ketenteraman dalam kehidupan sosial sesuai dengan kemampuan
penyesuaian diri.
Kesehatan
mental menyumbangkan ilmu pengetahuan tentang tanda-tanda mental sehat, faktor
yang mempengaruhinya, serta gangguan-gangguannya. Ilmu ini dibutuhkan oleh
hampir semua ilmu-ilmu lainnya. Namun pada kesempatan ini, pemakalah hanya
ingin menjelaskan tentang hubungan antara kesehatan mental dengan ilmu
psikologi.
Hubungan
antara ilmu kesehatan mental dengan ilmu psikologi sangat erat kaitannya,
menmgingat bahwa pembahasan ilmu psikologi itu berkaitan dengan aspek-aspek
jiwa yang ada pada manusia. Sedangkan kesehatan mental menyumbangkan tentang
aspek jiwa yang sehat.[5]
Salah satu contoh kasus ilmu psikologi yang berkaitan dengan ilmu kesehatan
mental adalah menurut Martin Lucas dan Klim Wilson yang melakukan penelitian
tentang gejala stres atau gangguan kesehatan mental menyatakan bahwa rata-rata
setiap orang mengalami gejala stres yang bersifat mental mencapai 15% dan 85%
sisanya merupakan stres fisik.[6]
Adapun
gejala mental tersebut, dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a.
Merasa marah
sepanjang waktu
b.
Merasa
kehilangan minat pada seks
c.
Tidak dapat
mengambil keputusan dan sering merasa tidak mampu menghadapi masalah
d.
Merasa menjadi
orang gagal
e.
Merasa tidak
diperhatikan
f.
Tidak menyukai
orang lain dan diri sendiri
g.
Sering merasa
khawatir bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi
h.
Merasa tidak
dapat berkonsentrasi dan sering mengalami kesulitan untuk menyelesaikan sebuah
tugas sebelum melanjutkan dengan tugas berikut
i.
Tidak dapat
menceritakan kepada orang lain apa yang dirasakan
j.
Kehilangan rasa
humor dan tidak menaruh minat terhadap apapun.
k.
Cenderung
sangat mudah menyalahkan orang lain.[7]
Inilah salah satu bukti bahwa antara ilmu kesehatan mental dan ilmu
psikologi sangat erat kaitannya mengingat bahwa keduanya sama-sama membahas
wilayah yang bersamaan mengenai jiwa dan prilaku manusia.
D.
Sejarah Gerakan
Kesehatan Mental
Sejak zaman dulu sikap terhadap gangguan
kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animeisme, ada
kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasisi oleh roh-roh atau dewa-dewa.
Orang primitrif percaya bahwa angin bertiup, ombak mengalun, batu berguling,
dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal dalam benda-benda tersebuit.
Orang yunani percaya bahwa gangguan mental
terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari
kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra
dari korban.
Perkembangan
kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli,
dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan
Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya
dalam bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin
dan lemah. Dorthea Lynde Dix lahir pada tahun 1802 dan meninggal duinia tanggal
17 July 1887. dia adalah seorang guru sekolah di Massachussets, yang menaruh
perhatian terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Sebagian perintis
(pioneer), selama 40tahun dia berjuang untuk memberikan pengorbanan terhadap
orang-orang gila secara lebih manusiawi.
Perkembangan
gerakan-gerakan dibidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Clifford
Whittingham Beers (1876-1943). Bahkan, karena jasa-jasanya itulah, dia
dinobatkan sebagai ”The Founder Of The Mental Hygiene Movement”. Dia terkenal
karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan
mental dengan cara yang sangat manusiawi. Dedikasi Beers yang begitu kuat dalam
kesehatan mental, dipengaruhi juga oleh pengalamannya sebagai pasien dibeberapa
rumah sakit jiwa yang berbeda. Selama dirumah sakit, dia mendapatkan pelayanan
atau pengobatan yang keras dan kasar (kuarang manusia). Kondisi seperti ini
terjadi, karena pada masa itu belum ada perhatian terhadap masalah gangguan
mental, apalagi pengobatannya.
Beers meyakini bahwa penyakit atau gangguan
mental dapat dicegah atau disembuhkan. Selanjutnya dia merancang suatu program
yang bersifat nasional tujuan:
- Mereformasi program perawatan dan
pemngobatan terhadap orang-orang pengidap penyakit jiwa.
- Melakukan penyebaran informasi kepada
masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap yang positif terhadap
para pasien yang mengidap gangguan atau penyakit jiwa
- Mendorong dilakukannya berbagai penelitian
tentang kasus-kasus dan pengobatan gangguan mental.
- Mengembangkan praktik-praktik untuk
mencegah gangguan mental.
Pada
tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus bertambah, yaitu dengan berdirinya
”National Association For Mental Health” yang bekerjasama dengan tiga
organisasi swadaya masyarakat lainnya, yaitu ”National Committee For Mental
Hygiene”, ”National Mental Health Foundation”, dan ”Psychiatric Foundation”.
Gerakan
kesehatan mental ini terus berkambang, sehingga pada tahun 1075 di Amerika
serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental.
Dibelahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui ”The World Federation
For Mental Health” dan “The World Health Organization”.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah
yang kami sajikan ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa:
a.
Devinisi kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa
neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
b.
Mental yang
sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres)
orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari
tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
c.
Sesungguhnya
ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin, tidak tergantung
kepada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat
kebiasaan dsb. Akan tetapi lebih tergantung dari cara dan sikap menghadapi
faktor-faktor tersebut.
d.
Orang yunani percaya bahwa gangguan mental
terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari
kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra
dari korban.
[1]
Rusmin Tumanggor, Drs, Mental Hygiene (Ksehatan Mental), (Banda Aceh:
Departemen Agama RI, 1990), hlm 4
[2]
http://www.psychologymania.com/2011/03/pengertian-dan-karakteristik-kesehatan.html
[3]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru
(Cet. V; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 7.
[4]
bdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam,
Edisi.I ( Cet II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 58.
[5]
Rusmin Tumanggor, Drs, Mental Hygiene ……….. hlm. 20
[6]
Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT Mizan Publika,
2004), Cet Ke 1, hlm. 151
[7]
Akyas Azhari, Psikologi Umum ……….. hlm 153
[8]
http://www.psychologymania.com/2011/09/sejarah-gerakan-kesehatan-mental.html
Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.
BalasHapus