BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Aktivitas kependidikan Islam timbul sejak
adanya manusia itu sendiri (Nabi Adam dan Hawa), bahkan ayat Quran yang pertama
kali diturunkan kepada Nabi Muhammad Shollahu ‘alaihi wassalam, adalah
bukan perintah tentang sholat, puasa, dan lainnya, tetapi justru perintah
iqra’ (membaca, merenung, menelaah, meneliti atau mengaji) atau perintah
untuk mencerdaskan kehidupan manusia yang merupakan inti dari aktivitas
pendidikan. Menurut Muhaimin, dari sinilah
manusia memikirkan, menelaah dan meneliti bagaimana pelaksanaan pendidikan itu,
sehingga muncullah pemikiran dan teori-teori pendidikan Islam. Karena itu,
menurut Abd al-Gani ‘Ubud, seperti yang dikutip
Muhaimin menyatakan bahwa tidak mungkin ada kegiatan pendidikan Islam
dan sistem pengajaran Islam, tanpa
teori-teori atau pemikiran pendidikan Islam[1]
Di Indonesia
aktivitas kependidikan Islam pada dasarnya sudah berlangsung dan berkembang
sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat dari fenomena
tumbuhkembangnya program praktik pendidikan Islam dilaksanakan di Nusantara,
baik yang berupa pendidikan Pondok Pesantren, Pendidikan Madrasah, Pendidikan
Umum yang bernafaskan Islam, pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
diselenggarakan di lembaga- lembaga pendidikan umum sebagai suatu mata
pelajaran atau mata kuliah, maupun pendidikan agama Islam yang diselenggarakan
oleh kelompok-kelompok tertentu di masyarakat, serta di tempat-tempat ibadah
dan media massa.[2]
Berkaitan dengan materi pengajaran pada
pembahasan kali ini, hadits tarbawi dengan sub pembahasan “ Materi Pengajaran”
akan menjelaskan hadits-hadits yang berkaitan dengan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan dan pengajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Aqidah
Dalam
suatu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa rosulullah saw
bersabda:
عن ابنِ عباسٍ رضي الله عنهما ، قَالَ : كنت خلف النَّبيّ
- صلى الله عليه وسلم - يوماً ، فَقَالَ : (( يَا غُلامُ ، إنِّي أعلّمُكَ كَلِمَاتٍ
: احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ((2)) ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ، إِذَا
سَألْتَ فَاسأَلِ الله ، وإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ باللهِ ، وَاعْلَمْ :
أنَّ الأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ
إلاَّ بِشَيءٍ قَدْ كَتَبهُ اللهُ لَكَ ، وَإِن اجتَمَعُوا عَلَى أنْ يَضُرُّوكَ بِشَيءٍ
لَمْ يَضُرُّوكَ إلاَّ بِشَيءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ ، رُفِعَتِ
الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحفُ
(رواه الترمذي) ، وَقالَ : (( حديث حسن صحيح
وفي رواية غيرِ الترمذي : (( احْفَظِ الله تَجِدْهُ أَمَامَكَ ،
تَعرَّفْ إِلَى اللهِ في الرَّخَاءِ يَعْرِفكَ في الشِّدَّةِ ، وَاعْلَمْ : أنَّ
مَا أَخْطَأكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبكَ ، وَمَا أصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ
، وَاعْلَمْ : أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ ،
وَأَنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْراً ))[3] .
Artinya:
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Kali tertentu saya berada dibelakang Nabi
saw, kemudian beliau bersabda “Hai anak kecil, aku akan mengajarkan kepadamu
nbeberapa kalimat, yaitu: “ Jagalah (perintah) Allah niscaya kamu dapati Allah
selalu di hadapanmu. Jika engkau minta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau
meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah,
jika umat manusia bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) kepadamu niscaya
mereka tidak akan dapat melakukan hal itu kepadamu kecuali dengan sesuatu hal
yang telah ditentukan Allah padamu. Dan jika mereka bersatu hendak mencelakakan
dirimu niscaya mereka tidak akan dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu
yang telah ditentukan Allah padamu. Telah diangkat pena dan telah keringlah
(tinta) lembaran-lembaran itu” (HR. Imam Tirmidzi).
Dan dalam riwayat selain Tirmidzi
dikatakan, Rosulullah saw bersabda: “Peliharalah (perintah) Allah niscaya
engkau akan menemui-Nya dihadapanmu. Hendaknya engkau mengingat Allah diwaktu
lapang (senang, niscaya Allah akan mengingatmu diwaktu susahmu. Ketahuilah,
sesungguhnya sesuatu yang seharusnya luput mengenaimu, tentulah sesuatu itu
tidak akan mengenaimu. Ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu disertai
kesabaran, kesenangan itu ada kesudahan, dan sesudah kesulitan, pasti ada
kemudahan”.[4]
A.1
Kandungan dan Penjelasan Hadits serta Kaitannya dengan Dunia Pendidikan
Hadits ini
mengandung penjelasan tentang 'aqidah Islam. Rasul menyampaikan pelajaran ini
kepada Abdullah ibn 'Abbas pada usia mudanya. Ini menunjukkan bahwa pendidikan
aqidah sudah ditanamkan kepada seseorang sejak ia kecil. Karena usia inilah
yang paling tepat untuk menanamkan nilai. Bila nilai itu sudah tertanam, maka
kehidupan setelah dewasa dan masa tua banyak dipengaruhi oleh masa muda itu.
Sehingga kalaupun seseorang hidup di lingkungan yang sangat jauh dari ajaran
Islam, tetapi ideologinya tidak terpengaruh, keyakinannya tidak goyah. Adapun
jika penanaman nilai itu terlambat, apalagi setelah kepalanya terisi oleh
teori-teori dan doktrin di luar Islam, maka manusia seperti inilah susah untuk
disadarkan dan dibimbing ke jalan Islam.
Sayangnya di
masyarakat Muslim sekarang yang terjadi justru seperti ini. Sejak kecil anak
tidak mendapatkan doktrin Islam, justru yang tertanam di kepalanya adalah doktrin
sekuler -yang memisahkan antara dien dari kehidupan- karena ia belajar di
sekolah-sekolah sekuler. Bahkan yang lebih parah, anak yang sekolah di
sekolah-sekolah missionaris Kristen dan Katolik dengan berbagai sektenya,
akidah mereka terancam dan Iman mereka kian hari kian menipis, sampai akhirnya
merekapun murtad dari Islam. Betapa teganya seorang ayah memasukkan anaknya ke
"sarang harimau" demi mendapatkan pendidikan modern. Sekolah-sekolah
missionaries itu bukan hanya tidak memberikan pendidikan Islam kepada anak-anak
Muslim, bahkan menjadikan mereka sebagai mangsa untuk penyebaran misi mereka.
Sumber-sumber informasi mengatakan, justru anak-anak Muslim itu yang disuruh
untuk memimpin doa Kristen di kelasnya.
Rasul Saw mengajarkan kepada Ibnu
'Abbas, agar senantiasa memelihara aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh
Allah Swt, tidak melanggar batasan-batasanNya. Kalau ini dilakukan, niscaya
Allah akan memeliharanya juga. Dan jika Allah dijaga dalam arti hukum-hukumNya
ditaati, maka pada saat manusia membutuhkan bantuan Allah, maka Allah
senantiasa di hadapanNya, menolong kesusahannya, meringankan bebannya.
Pada riwayat
lain disebutkan : "Kenalilah Allah di waktu senang, niscaya Dia akan
mengenalmu di waktu susah." Maksudnya bila di waktu senang, manusia tetap
ingat pada Allah -dan ini biasanya sulit, karena tabiat manusia, bila senang,
ia lupa dengan yang memberi nikmat- maka di waktu susah dan sulit, Allah akan
menolongnya.
Pelajaran
seperti ini memang sangat tepat diajarkan kepada anak. Psikologi anak mudah
menerima pendidikan seperti ini dan dengan bahasa seperti hadits ini. Yang
diharapkan darinya ialah, doktrin tersebut tertanam dalam benaknya hingga ia
tua. Pada waktu ia dewasa ia tetap teringat bahwa apabila seseorang ingin
senantiasa mendapat penjagaan dari Allah maka ia harus juga menjaga Allah Swt
dalam kesehariannya.
Rasulullah Saw
mengajarkan di dalam hadits ini dasar-dasar 'aqidah, yaitu tempat meminta hanya
kepada Allah Swt. Tempat mengadu hanya Allah Swt. Manusia tidak pantas
mengadukan masalahnya kepada manusia apalagi kepada Jin, sementara ia tidak
mengadu kepada Zat Yang Menciptakannya. Manusia tak layak meminta bantuan
kepada makhluk Allah, apalagi kepada musuh Allah seperti syaitan, padahal
kepada Allah ia tidak meminta bantuan. Inilah pelajaran penting dalam aqidah.
Riwayat lain
mengenai hadits ini memberikan tambahan penjelasan bahwa hidup ini ibarat
berlayar di lautan, kadang airnya tenang, kadang ombaknya besar. Juga ibarat
mendaki gunung. Berjalan di gunung tidak selamanya mendaki dan tidak selamanya
menurun. Ada waktunya mendaki dan ada waktunya menurun. Hidup ini tidak
selamanya konstan. Kesusahan tidak terus menerus. Kesenangan juga tidak
selamanya. Oleh karenanya Nabi Saw mengajarkan bahwa kemenangan didapat melalui
kesabaran. Di waktu susah, manusia perlu sabar, karena kesusahan itu sementara,
tidak bertahan selamanya. Maka berkat kesabaran, Allah akan menurunkan bantuan
dan pertolongan. Setelah kesulitan, timbullah kemudahan. Bahkan di dalam
riwayat tersebut disebutkan, bahwa kemenangan sering didahului oleh
penderitaan. Dan ini benar bila dirasakan dalam kehidupan. Orang yang ingin
berhasil dan sukses mencapai cita-citanya, ia harus berjuang menapaki jalan
kesuksesan itu dengan segala kepahitan dan penderitaan. Bila ia sabar dalam
kepahitan itu, maka di depannya kesuksesan telah menunggu. Tetapi bila ia tidak
sabar dan mundur dari jalannya, ia akan gagal untuk meraih cita-citanya.
Pelajaran
inilah yang perlu ditanamkan kepada setiap manusia, khususnya anak didik yang
masih muda agar ia siap menghadapi kehidupan yang penuh dengan ujian kesabaran
dan keadaan yang serba sulit.
B.
Al-Qur’an
Selanjutnya,
rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’id
Rafi’ bin al-Mu’alla:
عن أَبي سَعِيدٍ رَافِعِ بن الْمُعَلَّى - رضي الله عنه - ، قَالَ :
قَالَ لي رسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - : (( أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ في
القُرْآن قَبْلَ أنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ ؟ )) فَأخَذَ بِيَدِي ، فَلَمَّا
أرَدْنَا أنْ نَخْرُجَ ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، إنَّكَ قُلْتَ :
لأُعَلِّمَنَّكَ أعْظَمَ سُورَةٍ في القُرْآنِ ؟ قَالَ : (( الحَمْدُ للهِ رَبِّ
العَالَمِينَ ، هِيَ السَّبْعُ المَثَانِي وَالقُرْآنُ العَظِيمُ الَّذِي
أُوتِيتُهُ )) رواه البخاري .[5]
Artinya: Dari
Abu Sa’id Rafi’ Al Mu’alla ra, ia berkata: Rosulullah saw bersabda kepadaku:
sukakah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur’an sebelum
kamu keluar dari masjid?” beliau lalu
menggandeng tanganku. Ketika kami hendak keluar kami menagih : “Wahai
Rosulullah !! engkau tadi berkata “Tentu aku ajarkan kepadamu surat yang paling
agung dalam al-Qur’an. “Rosulullah saw bersabda: AL HAMDULILLAHI ROBBIL
‘AALAMIIN (Surat al-Fatihah), yaitu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan
al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” (HR Bukhari).[6]
B.1. Kandungan
dan Penjelasan Hadits
Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan menurut
mayoritas ulama diturunkan di Mekkah.[7]
Namun menurut pendapat sebagian ulama, seperti Mujahid, surat ini diturunkan di
Madinah. Menurut pendapat lain lagi, surat ini diturunkan dua kali, sekali di
Mekkah, sekali di Madinah. Ia merupakan surat pertama dalam daftar surat
Al-Qur’an. Meski demikian, ia bukanlah surat yang pertama kali diturunkan,
karena surah yang pertama kali diturunkan adalah Surah al-Alaq.
Dinamakannya Al-Fatihah sebagai Ummul Kitab (Induk Kitab) adalah
karena ia mengandung seluruh tema pokok dalam Alquran, yaitu tema pujian kepada
Allah yang memang berhak untuk mendapatkan pujian, tema ibadah dalam bentuk
perintah maupun larangan, serta tema ancaman dan janji tentang hari kiamat. Dengan
kata lain, al-Fatihah mencakup ajaran-ajaran pokok dalam Islam, yaitu ajaran
tentang tauhid, kepercayaan terhadap Hari Kiamat, cara beribadah, dan petunjuk
dalam menjalani hidup.
Dalam hadits ini terlihat bahwa Al Fatihah merupakan surat yang
teragung dan terbesar serta merupakan pendahuluan dari isi kitab yang mencakup
seluruh isi dan maksud Al Qur'an yang biasa disebut Ummul Qur'an (induk kitab).
Dan Surat inipun biasa diulang-ulang dalam bacaan shalat baik yang wajib atau
yang sunnat, bahkan dikatakan juga sebagai Al Qur'an yang Agung dilihat dari
segi tilawat, pokok bahasan, dan martabatnya.
C.
Ibadah
Sabda
Rosulullah saw:
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ فُقَراءَ المُهَاجِرينَ
أتَوْا رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، فَقَالُوا : ذَهَبَ أهْلُ الدُّثُورِ
بِالدَّرَجَاتِ العُلَى ، وَالنَّعِيم المُقيم ، فَقَالَ : (( وَمَا ذَاك ؟))
فَقَالوا : يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ،
وَيَتَصَدَّقُونَ وَلاَ نَتَصَدَّقُ ، وَيَعْتِقُونَ وَلاَ نَعْتِقُ ، فَقَالَ
رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( أفَلا
أُعَلِّمُكُمْ شَيْئاً تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ
سَبَقَكُمْ ، وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ ، وَلاَ يَكُونُ أحَدٌ أفْضَلَ
مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ؟ )) قالوا : بَلَى يَا رسول
الله ، قَالَ : (( تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمِدُونَ ، دُبُرَ كُلِّ
صَلاَةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ مَرَّةً )) فَرَجَعَ فُقَرَاء المُهَاجِرِينَ إِلَى
رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، فقالوا : سَمِعَ إخْوَانُنَا أهلُ الأمْوالِ
بِمَا فَعَلْنَا ، فَفَعَلُوا مِثلَهُ ؟ فَقَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم -
: (( ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ )) متفقٌ عَلَيْهِ ، وَهَذا لفظ
رواية مسلم .
(( الدُّثُور )) : الأمْوَالُ الكَثِيرَةُ ، وَالله أعلم .[8]
Artinya: Artinya: “Dari
Abu Hurairah, bahwasannya orang-orang miskin dari kelompok muhajirin datang
menemui Rasulullah saw sambil mereka berkata: “Wahai Rasulullah saw,
orang-orang kaya dan lapang, telah mengalahkan kebaikan dan pahala kami dengan
derajat yang tinggi dan kemewahan yang banyak”. Rasulullah saw lalu bertanya:
“Bagaimana bisa demikian?” Mereka menjawab: “Mereka melakukan shalat
sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami juga berpuasa, mereka
dapat bersedekah harta namun kami tidak dapat bersedekah, mereka dapat
membebaskan budak belian, sementara kami tidak dapat melakukannya”. Rasulullah
saw lalu bersabda kembali: “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu di mana
kamu dapat mendahului, mengalahkan (pahala dan kebaikan) orang-orang sebelum
kalian dan sesudah kalian, dan tidak akan ada seorang pun yang dapat
mengalahkan kebaikan kalian kecuali orang tersebut melakukan sebagaimana yang
kalian lakukan?” Mereka menjawab: “Tentu mau ya Rasulullah”. Rasulullah saw
bersabda kembali: “Bacalah tasbih (subhanallaah), tahmid (alhamdulillaah) dan
takbir (Allahu akbar) setiap selesai shalat (wajib) sebanyak tiga puluh tiga
kali”. Abu Shalih berkata: “Orang-orang miskin dari kelompok muhajirin lalu
kembali lagi menghadap Rasulullah saw sambil berkata: “Kami mendengar bahwa
orang-orang kaya itu juga melakukan apa yang telah kami lakukan ya Rasulullah”.
Rasulullah saw lalu bersabda kembali: “Itu adalah karunia dari Allah, yang
Allah berikan kepada orang yang dikehendakiNya” (HR. Bukhari Muslim).
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Seorang
hamba dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada yang
mungkin dapat menghalangi pemberian Allah dan tidak mungkin ada yang dapat memberi
apa yang Allah halangi. Ketahuilah bahwa kebaikan seluruhnya berada di
tangan-Nya. Allahlah yang benar-benar Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak kikir.
D.
Fiqih
Sabda nabi :
وعن
معاوية - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ
)) . متفقٌ عَلَيْهِ .
Artinya: Dari
Mu'awiyah ra katanya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah
untuk memperoleh kebaikan, maka Allah membuat ia menjadi pandai dalam hal
keagamaan." [Muttafaq 'alaih]
D.1. Kandungan
dan Penjelasan Hadits
Hadits
ini menunjukkan salah satu keutamaan ilmu agama yang paling besar. Disebutkan
di situ bahwa ilmu yang bermanfaat merupakan tanda akan keberuntungan seorang
hamba, dan tanda bahwa Allah menghendaki kebaikan dengannya.
Fikih (pemahaman) dalam masalah
agama Islam mencakup pemahaman tentang dasar-dasar keimanan, syariat dan
hukum-hukum Islam dan hakikat Ihsan. Karena agama ini meliputi ketiga hal
tersebut, sebagaimana dalam hadits kisah Jibril tatkala bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Iman, Islam dan Ihsan, Nabi menjawab
dengan memberikan batasan-batasannya. Di situ Nabi memaknai Iman dengan
dasar-dasar Iman (rukun Iman) yang enam, dan memaknai Islam dengan
rukun-rukunnya yang lima dan memberikan pengertian tentang Ihsan dengan
mengatakan: “Yaitu kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya, dan apabila
kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia Melihatmu” .
Maka masuk dalam pemahaman agama ini
adalah mendalami berbagai permasalahan akidah, dengan mengikuti jalannya kaum
salaf serta mewujudkannya dalam kehidupan baik lahir maupun batin. Juga
mengetahui mazhab-mazhab para penentang akidah tersebut, disertai dengan
mengerti dari mana bentuk penentangannya terhadap Al Qur’an dan Sunnah.
Termasuk juga pemahaman dalam ilmu
fikih, yang pokok maupun cabang-cabangnya, hukum-hukum mengenai ibadah,
muamalah, jinayat (kriminal) dan yang lainnya. Juga mendalami tentang hakikat
keimanan, pengertian akan hakikat perjalanan dan suluk menuju kepada Allah yang
sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Demikian juga masuk dalam pemahaman agama
ini adalah: mempelajari ilmu yang mendukung pemahaman tentang agama Islam
seperti belajar bahasa Arab dengan segala macamnya.
Barangsiapa yang Allah kehendaki
kebaikan padanya, Allah akan memberikan pemahaman dalam perkara-perkara ini dan
membimbing untuknya. Dari hadits di atas
juga bisa diambil kesimpulan bahwa orang yang berpaling dari ilmu-ilmu agama
ini secara keseluruhan pertanda bahwa Allah tidak menghendaki kebaikan padanya,
karena Allah tidak memberikan padanya hal-hal yang bisa dipakai untuk
mendapatkan kebaikan yang banyak, dan meraih keberuntungan hakiki.[9]
Hadits ini merupakan dalil yang
agung atas upaya tafaqquh fid din (mempelajari ilmu
agama). Hal itu tidak akan diberikan kecuali untuk orang-orang yang Allah
kehendaki kebaikan yang besar, sebagaimana Dia memberikan arahan kepada orang
bodoh, dan menunjukinya ke derajat yang mulia. Al Fiqhu
fid din adalah mempelajari kaidah-kaidah Islam dan mengetahui
halal-haram. Makna tersiratnya adalah bahwa barangsiapa yang tidak diberikan
pemahaman agama maka dia tidak dikehendaki kebaikan oleh Allah Ta’ala.
Pemahaman tersirat ini telah ditegaskan dalam hadits riwayat Abu
Ya’la: “Barangsiapa yang tidak difahamkan (agama) maka Allah tidak peduli
dengannya.” Hadits ini merupakan dalil yang jelas bahwa kemuliaan Al Fiqhu
fid din (pemahaman terhadap agama) dan orang-orang yang
mempelajarinya, di atas segala jenis ilmu dan cendekiawan. Dan yang
dimaksud dengannya adalah memahami Al Kitab (Al Quran) dan As Sunnah.[10]
E.
Keterampilan
Setiap
hari Uqbah bin Amir Al Juhani keluar dan berlatih memanah, kemudian ia meminta
Abdullah bin Zaid agar mengikutinya namun sepertinya ia nyaris bosan. Maka
Uqbah berkata, “Maukah kamu aku kabarkan sebuah hadits yang aku dengar dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab, “Mau.” Uqbah berkata,
“Saya telah mendengar beliau bersabda:
وعنه - رضي الله عنه - ، قَالَ :
سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، يقول : (( إنَّ اللهَ يُدْخِلُ
بِالسَّهْمِ الوَاحِدِ ثَلاَثَةَ نَفَرٍ الجَنَّةَ : صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ في
صَنْعَتِهِ الخَيْرَ ، وَالرَّامِيي
بِهِ ، ومُنْبِلَهُ .وَارْمُوا
وَارْكَبُوا ، وَأنْ تَرْمُوا أحَبُّ إليَّ مِنْ أنْ تَرْكَبُوا . وَمَنْ تَرَكَ
الرَّمْيَ بَعْدَ مَا عُلِّمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإنَّهَا نِعْمَةٌ تَرَكَهَا ))
أَوْ قَالَ : (( كَفَرَهَا )) رواه أَبُو داود .
Artinya: Dari
Abu Uqbah bin Amir Al-Juhanniy ra, ia berkata: Saya mendengar rosulullah saw bersabda:”Sesungguhnya
Allah akan memasukkan tiga orang kedalam syurga dikarnakan satu panah, yaitu
pembuatnya yang sewaktu membuat ia hanya mengharapkan kebaikan (pahala), orang
yang memanahkan, dan orang yang memberikan anak panah kepada orang yang memanah.
Hendaklah kalian selalu berlatih memanah dan berkendaraan, dan berlatih memanah
lebih aku sukai, daripada kamu hanya berlatih naik kendaraan. Barang siapa yang
meninggalkan/melupakan panahan setelah ia diajari karena benci, maka sikap
seperti itu ibarat suatu nikmat yang diingkari”
E.1. Kandungan
Hadits
Hadits di atas menggambarkan betapa Rasulullah saw sangat
menganjurkan agar seorang muslim peduli dengan persiapan untuk berjihad di
jalan Allah. Memanah dan berkuda merupakan dua kegiatan yang terkait dengan hal
itu. Dan seorang muslim perlu memiliki semangat untuk berjihad di jalan Allah.
Mengapa? Karena Nabi saw memperingatkan bahwa raibnya semangat berjihad
mengindikasikan hadirnya kemunafikan dalam diri.
Memanah dan berkuda adalah dua keterampilan yang dianjurkan
rosulullah kepada umatnya, karena sarat dengan berjihad dijalan Allah. Namun
dalam hal keterampilan ini, Rosulullah saw lebih menekankan kepada umatnya agar
lebih memilih untuk berlatih memanah daripada mengendarai kuda.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat pemakalah simpulkan bahwa:
a.
Pendidikan
aqidah Islam haruslah ditanamkan kepada manusia dari sejak dini, agar mampu
mempertahankan keislaman dengan utuh dan terhindar dari pemurtadan.
b.
Surat al-fatihah
adalah surat yang paling agung diantara surat-surat yang lain didalam al-qur’an
c.
Orang yang ingin berhasil dan sukses mencapai
cita-citanya, ia harus berjuang menapaki jalan kesuksesan itu dengan segala
kepahitan dan penderitaan. Bila ia sabar dalam kepahitan itu, maka di depannya
kesuksesan telah menunggu. Tetapi bila ia tidak sabar dan mundur dari jalannya,
ia akan gagal untuk meraih cita-citanya.
d.
Manusia tak layak meminta bantuan kepada
makhluk Allah, apalagi kepada musuh Allah seperti syaitan, padahal kepada Allah
ia tidak meminta bantuan. Inilah pelajaran penting dalam aqidah.
e.
Manusia tak layak meminta bantuan kepada
makhluk Allah, apalagi kepada musuh Allah seperti syaitan, padahal kepada Allah
ia tidak meminta bantuan. Inilah pelajaran penting dalam aqidah.
f.
Orang yang
berpaling dari ilmu-ilmu agama ini secara keseluruhan pertanda bahwa Allah
tidak menghendaki kebaikan padanya, karena Allah tidak memberikan padanya
hal-hal yang bisa dipakai untuk mendapatkan kebaikan yang banyak, dan meraih keberuntungan
hakiki.
DAFTAR REFERENSI
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan
Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, (Jakarta: Rajawali
Press, 2006)
Muhaimi, Wacana Pengembangan
Pandidikan Islam, Cetakan II (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2004)
Imam Nawawi, Terjemahan
Riyadhus Shalihiin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999 )Jilid 1
Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2000), juz 1
يحي بن شرف النواوي, رياض الصالحين, سورا با يا: دار النشر المصرية, ط
1,
[1]
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2006) hal 15.
[2]
Muhaimi, Wacana Pengembangan Pandidikan Islam, Cetakan II (Surabaya : Pustaka Pelajar,
2004) hal 1.
[6] Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus Shalihiin,
(Jakarta: Pustaka Amani, 1999 )Jilid 1, hlm. 90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar