PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Filsaftat ilmu memiliki objek material dan objek formal.
Objek material merupakan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu ilmu pengetahuan
yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sedangkan, objek formal merupakan
hakikat atau esensi ilmu pengetahuan; problem-problem mendasar ilmu pengetahuan
seperti apa hakikat itu sesungguhnya.
Suatu peristiwa atau kejadian pada dasarnya tidak
pernah lepas dari peristiwa lain yang mendahuluinya. Demikian juga dengan
timbul dan berkembangnya filsafat dan ilmu. Menurut Rinjin (1997 : 9-10),
filsafat dan ilmu timbul dan berkembang karena akal budi, thauma, dan aporia. Manusia merupakan makhluk
yang memiliki rasa kagum pada apa yang diciptakan oleh Sang Pencipta, misalnya saja
kekaguman pada matahari, bumi, dirinya sendiri dan seterusnya. Kekaguman tersebut
kemudian mendorong manusia untuk berusaha mengetahui alam semesta itu
sebenarnya apa, bagaimana asal usulnya (masalah kosmologis). Ia juga berusaha
mengetahui dirinya sendiri, mengenai eksistensi, hakikat, dan tujuan hidupnya.
Ada
tiga hal yang menjadi landasan dan karakteristik filsafat ilmu. Karakteristik
filsafat ilmu antara lain adalah sebagai berikut:
a. Filsafat ilmu merupakan cabang
dari filsafat.
b. Filsafat ilmu berusaha menelaah
ilmu secara filosofis dari sudut pandang ontologis, epistemologis, dan
aksiologis.
PEMBAHASAN
A.
Asas-asas
Filsafat Ilmu
Yang dicari oleh filsafat adalah kebenaran. Demikian
juga ilmu pengetahuan dan agama. Kebenaran dalam filsafat dan ilmu pengetahuan
adalah kebenaran akal, sedangkan kebenaran agama adalah kebenaran wahyu.
Meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan akal, hasil
yang diperoleh juga bermacam-macam. Yang terpenting adalah bagaimana agar
aliran yang bermacam-macam dalam filsafat dan ilmu pengetahuan itu tidak saling
bertabrakan satu sama lain, tetapi dapat saling membantu dan bekerja sama.[1]
Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan dalam
hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan fikiran manusia, yaitu
berfikir filosofis, spekulatif, dan empiris ilmiah. Karenanya, filsafat inilah
kemudian disebut sebagai induknya ilmu pengetahuan.[2]
Pernyataan tersebut menjadi asaz sekaligus perbedaan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan diantaranya:
a.
Mengenai
lapangan pembahasan. Lapangan ilmu pengetahuan mempunyai daerah-daerah
tertentu, yaitu alam dengan segala kejadiannya. Sedangkan lapangan pembahasan
filsafat adalah tentang hakikat yang umum dan luas.
b.
Mengenai
tujuannya. Tujuan ilmu pengetahuan adalah berusaha menentuka sifat-sifat dari kejadian
alam yang didalamnya juga terdapat manusia. Sedangkan filsafat bertujuan untuk mengetahui
tentang asal-usul manusia, hubungan manusia dan alam semesta dan bagaimana akhirnya
( hari kemudian)
c.
Mengenai cara pembahasannya.
Filsafat dalam pembahasannya tidak mempergunakan percobaan-percobaan serta penyelidikan
panca indera, tetapi pembahasan penyelidikannya menggunakan pikiran dan akal. Sedangkan
ilmu pengetahuan dalam pembahasan dan penyelidikannya menggunakan panca indera dan
percobaan-percobaan.
d.
MKengenai kesimpulan.
Ilmu pengetahuan dalam menentukan kesimpulan-kesimpulannya dapat diterapkan dengan
dalil-dalil yakin yang didasarkan pada penglihatan dan percobaan-percobaan. Sebaliknya
filsafat dalam memberi kesimpulan tidak memberikan keyakinan mutlak, sebagai kesimpulan
selalu mengandung keraguan yang mengakibatkan perbedaan-perbedaan pendapat diantara
ahli-ahli filsafat, serta jauh dari kepastian, kerja sama dan keyakinan.[3]
Pada dasarnya Filsafat Ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan), yang secara spesifik mengkaji
tentang hakikat-hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Sedangkan ilmu
merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Secara
metodologis, ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam (natural sciences)
dengan ilmu-ilmu sosial (social sciences). Namun karena
permasalahan-permasalahan tekhnis yang bersifat khas, maka Filsafat Ilmu sering
dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial.
Di zaman
Plato, bahkan sampai masa al Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan
boleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi
perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat
praksis, berujung pada loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat.
Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan
ilmu pengetahuan yang didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan
perkembangan filsafat. Wilayah kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit
dibandingkan dengan masa awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah
kajian ilmu. Oleh karena itu, tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan
bahwa untuk saat ini, filsafat tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan
dikembangkan ole manusia. Sebab manusia hari ini mementingkan ilmu yang
sifatnya praktis dibandingkan dengan filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”.
B. Landasan (Dasar) Filosofis Filsafat
Ilmu
Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk
menentukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang
adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berfikir untuk
menghasilkan pengetahuan yang benar itupun berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa
tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai criteria kebenaran, dan
criteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran
tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap
jenis penalaran mempunyai criteria kebenaran masing-masing.[4] Filsafat
ilmu dibagi dalam tiga bagian besar, yaitu :
1. Aksiologi
Adalah
bidang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai. Secara aksiologis ilmu
harus digunakan untuk kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf
hidupnya dan dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan
keseimbangan / kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan
dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.
2. Epistimologi
Adalah
bidang filsafat yang mempelajari bagaimana cara manusia mengetahui sesuatu
“ada” tersebut.
3. Ontologi
Adalah
bidang filsafat yang mempelajari segala sesuatu, baik yang tampak secara fisik
(fenomena)atau sesuatu yang berada dibalik realitas. Secara ontologis dalam
pemilihan wujud yang akan dijadikan objek penelaahannya (objek ontologis /
objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral yang berazaskan tidak mengubah
kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, dan tidak mencampuri
masalah kehidupan.
C. Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu
Diantara manfaat
–manfaat yang diperoleh dalam mempelajari Filsafat Ilmu adalah:
1.
Dengan mempelajari filsafat ilmu
diharapkan mahasiswa semakin kritis dalam sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai
insan kampus diharapkan untuk bersikap kritis terhadap berbagai macam teori.
yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun dari sumber-sumber lainnya.
2.
Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan
kegunaan bagi parama hasiswa sebagai calon ilmuwan untuk mendalami metode
ilmiah dan untuk melakukan penelitian ilmiah. Dengan mempelajari filsafat ilmu
diharapkan mereka memiliki pemahaman yang utuh mengenai ilmu dan mampu
menggunakan pengetahuan tersebut sebagai landasan dalam proses pembelajaran dan
penelitian ilmiah.
3.
Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat
praktis. Setelah mahasiswa lulus dan bekerja mereka pasti berhadapan dengan
berbagai masalah dalam pekerjaannya. Untuk memecahkan masalah diperlukan
kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi. Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari
filsafat ilmu diterapkan.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan makalah diatas, dapat kami simpulkan bahwa:
a. Ada
beberapa aliran filsafat, masing-masing dengan dasar pemikiran tersendiri.,
diantaranya: Aliran Perenialisme, Aliran Idealisme, Filsafat Realisme, Aliran
Pragmatisme, dan Aliran Eksistensialisme.
b. Aksiologi
adalah bidang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai. Epistimologi
adalah bidang filsafat yang mempelajari bagaimana cara manusia mengetahui
sesuatu “ada” tersebut. Ontologi adalah bidang filsafat yang mempelajari segala
sesuatu, baik yang tampak secara fisik (fenomena)atau sesuatu yang berada
dibalik realitas.
Daftar
Referensi
Jujun S, Suriasumantri,
Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular,
(Jakarta, Pustaka Sinar Harapan), 1998.
Soetrisno, dkk, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta; CV. Andi
Offset, 2007)
Susanto, A. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), Cet ke-I
[1] Soetrisno, dkk, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,
(Yogyakarta; CV. Andi Offset, 2007),
hlm. 23
[2] Susanto, A. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi
Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011),
Cet ke-I, hlm. 127
[3]
Susanto, A.
Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi
Ontologis….., hlm 128
[4] Jujun S,
Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah
pengantar popular, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan), 1998. H. 43