Rabu, 05 Oktober 2011

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASYAH II (MASA JAYA / KHALIFAH HARUN AR-RASYID)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Sejak lahirnya agama islam, lahirlah pendidikan dan pengajaran islam, pendidikan dan pengajaran islam itu terus tumbuh dan berkembang pada masa khulafaurasyidin dan masa bani Umayyah.
Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan, pergi kepusat-pusat pendidika, meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya untuk tidak hanya sekedar paham sains tapi juga paham akan sejarah peradaban islam di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa daulah Abbasiyah.













BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASYAH II
(MASA JAYA / KHALIFAH HARUN AR-RASYID)

A.        Awal Berdirinya Bani Abbasiyah
Dinasti Abbasiyyah adalah dinasti kedua setelah Ummayah. Istilah Abbasiyyah diambil dari paman Nabi Muhammad Al-Abbas bin Abdul Mutholibdari Bani Hasyim. Abbasiyyah mengambil Baghdad sebagai istana dan pusat administrasinya karena dua alasan. Peretama, lokasinya yang strategis, menerima pengairan dari sungai Tigris dan Eufrat. Kedua, alasan dekat dengan pendukung mereka yakni Syi’ah dan Mawali.[1]
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.[2]
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.[3] Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terang-terangan dan pertempuran.[4] 
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada mulanya mendukung Bani Umayyah. Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim al-Khusarany, bergabung dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran. Akhirnya bulan Zulhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.[5]

B.     Masa Keemasan Daulah Bani Abbasiyyah

Para sejarawan dalam membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah, ada yang membaginya menjadi lima periode, dan ada yang membaginya menjadi tiga periode. Akan tetapi dalam makalah ini tidak di bahasa semua periodisasinya, penulis akan membatasi pembahasannya dalam periode Bani Abbasiyah yang menjadi masa keemasannya, yaitu pada periode pertama, pada masa kehalifahan Harun al-Rasyid. Sebab Kekhalifahan Bani Abbasiyah biasa dikaitkan dengan Khalifah Harun al-Rasyid. Harun al-Rasyid yang digambarkan sebagai Khalifah yang paling terkenal dalam zaman keemasan kekhalifahan Bani Abbasiyah. Dalam memerintah Khalifah digambarkan sangat bijaksana, yang selalu didampingi oleh penasihatnya, yaitu Abu Nawas, seorang penyair yang kocak, yang sebenarnya adalah seorang ahli hikmah atau filsuf etika. Zaman keemasan itu digambarkan dalam kisah 1001 malam sebagai negeri penuh keajaiban.
Sebenarnya zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan pengganti Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid.
Di masa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama kesusastraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya. Berbagai buku bermutu diterjemahkan dari peradaban India maupun Yunani. Dari India misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku filsafat dari Yunani, terutama filsafat etika dan logika. Salah satu akibatnya adalah berkembangnya aliran pemikiran Muktazilah yang amat mengandalkan kemampuan rasio dan logika dalam dunia Islam. Sedangkan dari sastra Persia terjemahan dilakukan oleh Ibnu Mukaffa, yang meninggal pada tahun 750 M. Pada masa itu juga hidup budayawan dan sastrawan masyhur seperti Abu Tammam (meninggal 845 M), Al-Jahiz (meninggal 869 M), Abul Faraj (meninggal 967 M) dan beberapa sastrawan besar lainnya.[6]

C.    Sejarah dan Masa Jaya Kekhalifahan Harun Arrasyid

Harun Al-Rasyid dilahirkan pada bulan Februari 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi dan ibunya Khaizurran. Waktu kecil ia dididik oleh Yahya bin Khalid Al-Barmaki. Ia menjadi khalifah bulan September 786 M pada usia 23 tahun. Ia menggantikan kedudukan saudaranya Musa Al-Hadi. Sewaktu menjadi khalifah ia dibantu oleh Yahya bin Khalid dan keempat putranya.
Harun Al-Rasyid adalah khalifah ke-6 dari Daulah Abbasiyah. Ia dikenal sebagai penguasa terbesar di dunia pada waktu itu. Ia seorang yang taat beragama, saleh dan dermawan. Ia sering turun ke jalan-jalan di kota Bagdad pada malam hari untuk mengadakan inspeksi melihat keadaan yang sebenarnya untuk membantu kaum yang lemah dan memperbaiki keadaan.
Masa pemerintahan Harun Al-Rasyid adalah masa keemasan Daulah Abbasiyah. Sebab itu, Bagdad menjadi mecusuar kota impian seribu satu malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Di samping itu, keadilan dan kesejahteraan sangat diperhatikan dan selalu diusahakan secara merata.
Wilayah kekuasaanya terbentang luas dari Afrika Utara sampai Hindu Kush, India. Kekuatan militernya sangat dikagumi oleh lawan. Hal ini terbukti waktu mengadakan serangan balasan ke Byzantium yang telah mengingkari perjanjian yang telah disepakati sebanyak 6 kali. Peperangan ini banyak menewaskan tentara Byzantium, kota Matarah dan Enzyra dapat direbut, Cyprus dapat ditaklukkan kembali dan Crette mendapat gempuran yang sangat dahsyat dan akhirnya Byzantium minta damai. Permohonan itu dikabulkan Harun Al-Rasyid dengan sebuah perjanjian, bahwa Byzantium harus membayar upeti yang telah ditentukan sebagaimana perjanjian terdahulu. Hal ini terjadi pada tahun 791 M. Dalam serangan ini, seluruh Byzantium termasuk ibu kotanya Konstatinopel dapat ditaklukkan. Keagungan sejati Khalifah Harun Al-Rasyid terletak pada sikap politik damainya yang selalu terlihat. Hal itu sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan rakyatnya.
Ia mengumpulkan kaum cendikiawan dan para bijak yang mengatur pemerintahan Daulah Abbaiyah. Perdana Menterinya, Yahya Barmaki dengan kasih sayang disebutnya “ayah”, serta keempat anaknya terutama Ja'far dan Fazal, merupakan tokoh penting dalam pemerintahan Harun Al-Rasyid, sehingga masa pemerintahannya dikenal dalam sejarah dunia sebagai masa kejayaan dunia Islam.
Keadaan Daulah Abbasiyah yang aman membuat para pedagang, saudagar, kaum terpelajar, dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan di seluruh wilayahnya yang sangat luas itu, membuktikan juga betapa baik dan betapa kuatnya pemerintahan Harun Al-Rasyid. Masjid, Perguruan Tinggi, Sekolah, Rumah Sakit, dan sebagainya didirikan. Semua itu bertujuan unutk kesejahteraan masyarakatnya.
Ibu Harun Al-Rasyid Khaizuran dan isterinya Zubaidah sangat besar sekali jasanya bagi kesejahteraan Negara dan Rakyat. Waktu berkunjung ke kota Makkah dan Madinah yang pada waktu itu rakyatnya sangat menderita kekurangan air, Zubaidah mengeluarkan uangnya sendiri untuk membangun saluran air yang dikenal dengan sebutan “ Terusan Zubaidah” . Saluran itu merupakan bantuan yang sangat penting artinya bagi penduduk kota suci tersebut.
Harun Al-Rasyid sama dengan Abu Ja'far Al-Mansur. Keduanya orang yang sangat cinta ilmu pengetahuan.[7] Khalifah ini melarang kepada tentaranya untuk merusak kitab apapun yang ditemukan dalam medan perang. Ia sangat giat dalam usaha menterjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Dewan penerjemah didirikan secara resmi dan dipimpin oleh seorang Anggota Majelis Ulama yang bernama Yuhana bin Musawaih.
Kitab-kitab kedokteran dari Yunani, kitab-kitab pengetahuan dari Euclides dan lain-lain telah deterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang pada saat itu sudah menjdai bahasa pengantar dari berbagai suku bangsa yang telah memeluk agama Islam dan sekaligus sebagai ilmu pengetahuan.
Ketika Harun Al-Rasyid berkunjuing ke Khurasan, ia menderita sakit. Setelah sekian lama mengalami penderitaan, akhirnya ia meninggal dunia pada tanggal 4 Jumadi al-Tsani 193 H / 809 M. Setelah menjadi khalifah lebih kurang 23 tahun 6 bulan.


D.       Perekmbangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Bani Abbasiyyah
Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun yang naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya. Secara garis besar Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Hal ini dapat dilihat dari adanya gerakan penerjemahan buku dari berbagai bangsa dan bahasa. Sehingga dengan gerakan penerjemahan buku tersebut, lahirlah para tokoh Islam sesuai dengan keahliannya. Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang sastra dan seni saja juga berkembang , meminjam istilah Ibnu Rusyd, Ilmu-ilmu Naqli dan Ilmu Aqli. Ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain. Dan juga berkembang ilmu-ilmu Aqli seperti Astronomi, Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah, Ilmu Alam, Geografi, Kedokteran dan lain sebagainya. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Popularitas Daulah Abbasiyah juga mencapai puncaknya di zaman Khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.[8]
Diantara para pemikir-pemikir pendidikan pada masa Bani Abbasiyyah adalah, antara lain sebagai berikut:
Dalam bidang ilmu filsafat
1.      Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2.      Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3.      Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
4.      Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5.      Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6.      Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al-Munqizh Minadl-Dlalal ,Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin, dan lain-lain.
7.      Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya:Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah, dan lain-lain.
Dalam bidang ilmu hadits
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang ternama, antara lain:
• Imam Bukhari, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abil Hasan di Bagdad, karyanya antara lain Shahih Bukary (Al-Jamius Shahih).
• Imam Muslim, yaitu Imam Abu Muslim bin Al Hajjaj Al-Qushairy Al-Naishabury, wafat 261 H di Naishabury,. Karyanya yang terkenal adalah Shahih Muslim (Al-Jamius Shahih).
• Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.
• Abu Daud, karyanya Sunan Abu Daud.
• Al- Nasai, karyanya Sunan Al-Nasai, dan lain-lain.
Dalam bidang ilmu naqli
1.      Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain.
2.      Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali.
3.      Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H). Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H). Karangannya : Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
4.      Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah.[9]
E.     Masa Kemunduran Daulah Bani Abbasiyah
Tak ada gading yang tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat pas untuk dijadikan cermin atas kejayaan yang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya ia pun mulai kaku dan akhirnya runtuh. 
Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu
A. Faktor Internal, antara lain:
a.       Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
b.      Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan
c.       Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.
d.      Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
e.       Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.
f.       Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
B.     Faktor eksternal, antara lain:
a.       Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
b.      Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.Ø

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari urayan makalah diatas, dapat kami simpulkan bahwa: Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah.
Pada mulanya ibu kota negera adalah al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. 
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.
B.     Saran
Dari penjelasan di atas kita sebagai umat Islam dapat mengambil pelajaran. Sebuah sistem yang teratur akan menghasilkan pencapaian tujuan yang maksimal, seperti kisah pendirian dinasti Abbasiyah. Mereka bisa mendirikan dinasti di dalam sebuah negara yang dikuasai suatu dinasti yang menomorduakan mereka. Selain itu dari sejarah kekuasaan
dinasti Abbasiyah ini kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai saat ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kita yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah dahulu.
Sebaliknya, kita juga dapat belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar ini agar tidak sampai terjadi pada diri kita dan anak cucu kita. Mereka telah dibutakan oleh kekuasaan, sehingga mereka tega membantai hampir seluruh keluarga dinasti Umayyah yang notabene adalah sesama umat Islam. Selain itu kecerobohan yang terjadi pada masa dinasti Umayyah terulang lagi pada masa dinasti Abbasiyah yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti Abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang telah susah payah mereka dirikan.


















Daftar Referensi
Edyar, Busman, dkk. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), Cet ke. II
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 3, Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997,
http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995,
F.         Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah Kebudayaan Islam, Tangerang, :Pon-pest DaaEl-Qolam,

Badri Yatim, Dr., MA., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006),






[1] Edyar, Busman, dkk. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), Cet ke. II, hlm. 62
[2] Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 3, Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997, hlm. 44
[3] http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf
[4] Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995, hlm. 211.
[5] Ibid, hlm. 212
[6] E. Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah Kebudayaan Islam, Tangerang, :Pon-pest DaaEl-Qolam, h. 46
[8] Badri Yatim, Dr., MA., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006), hlm. 52-53.
[9] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995, hlm. 276-278

Tidak ada komentar:

Posting Komentar