BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejak lahirnya agama islam, lahirlah pendidikan dan
pengajaran islam, pendidikan dan pengajaran islam itu terus tumbuh dan
berkembang pada masa khulafaurasyidin dan masa bani Umayyah.
Pada
permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat
hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak
terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda
berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan, pergi kepusat-pusat pendidika,
meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang
menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Hal ini berlaku
pula bagi kita para mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya untuk tidak hanya
sekedar paham sains tapi juga paham akan sejarah peradaban islam di masa lalu
untuk menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah
terjadi. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa
khulafaurrasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu
menjadi masa daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa
daulah Abbasiyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA BANI ABBASYAH II
(MASA
JAYA / KHALIFAH HARUN AR-RASYID)
A.
Awal Berdirinya
Bani Abbasiyah
Dinasti
Abbasiyyah adalah dinasti kedua setelah Ummayah. Istilah Abbasiyyah diambil
dari paman Nabi Muhammad Al-Abbas bin Abdul Mutholibdari Bani Hasyim.
Abbasiyyah mengambil Baghdad sebagai istana dan pusat administrasinya karena
dua alasan. Peretama, lokasinya yang strategis, menerima pengairan dari sungai
Tigris dan Eufrat. Kedua, alasan dekat dengan pendukung mereka yakni Syi’ah dan
Mawali.[1]
Kekuasaan
Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah.
Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah
keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia
dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada
tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari
tahun 750-1258 M.[2]
Pada abad
ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling
dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara
pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah).
Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri
Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu
bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya
Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu
adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan
kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.[3] Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan
Bani Abbas dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase
terang-terangan dan pertempuran.[4]
Selama
Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim
ke seluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari
golongan yang merasa tertindas, bahkan juga dari golongan yang pada mulanya
mendukung Bani Umayyah. Setelah Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya
Ibrahim, maka seorang pemuda Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu
Muslim al-Khusarany, bergabung dalam gerakan rahasia ini. Semenjak itu
dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran.
Akhirnya bulan Zulhijjah 132 H Marwan, Khalifah Bani Umayyah terakhir terbunuh
di Fusthath, Mesir. Kemudian Daulah bani Abbasiyah resmi berdiri.[5]
B.
Masa Keemasan Daulah Bani Abbasiyyah
Para sejarawan dalam
membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah, ada yang membaginya menjadi lima
periode, dan ada yang membaginya menjadi tiga periode. Akan tetapi dalam
makalah ini tidak di bahasa semua periodisasinya, penulis akan membatasi pembahasannya
dalam periode Bani Abbasiyah yang menjadi masa keemasannya, yaitu pada periode
pertama, pada masa kehalifahan Harun
al-Rasyid. Sebab Kekhalifahan Bani Abbasiyah biasa dikaitkan dengan Khalifah
Harun al-Rasyid. Harun al-Rasyid yang digambarkan sebagai Khalifah yang paling
terkenal dalam zaman keemasan kekhalifahan Bani Abbasiyah. Dalam memerintah
Khalifah digambarkan sangat bijaksana, yang selalu didampingi oleh
penasihatnya, yaitu Abu Nawas, seorang penyair yang kocak, yang sebenarnya
adalah seorang ahli hikmah atau filsuf etika. Zaman keemasan itu digambarkan
dalam kisah 1001 malam sebagai negeri penuh keajaiban.
Sebenarnya
zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan pengganti
Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-Mahdi (775-785 M) dan
mencapai puncaknya di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid.
Di
masa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis Kesenian, terutama
kesusastraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya. Berbagai buku bermutu
diterjemahkan dari peradaban India maupun Yunani. Dari India misalnya, berhasil
diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai cerita Fabel yang
bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar matematika juga diperoleh dari
terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan buku-buku
filsafat dari Yunani, terutama filsafat etika dan logika. Salah satu akibatnya
adalah berkembangnya aliran pemikiran Muktazilah yang amat mengandalkan
kemampuan rasio dan logika dalam dunia Islam. Sedangkan dari sastra Persia
terjemahan dilakukan oleh Ibnu Mukaffa, yang meninggal pada tahun 750 M. Pada masa
itu juga hidup budayawan dan sastrawan masyhur seperti Abu Tammam (meninggal
845 M), Al-Jahiz (meninggal 869 M), Abul Faraj (meninggal 967 M) dan beberapa
sastrawan besar lainnya.[6]
C.
Sejarah dan
Masa Jaya Kekhalifahan Harun Arrasyid
Harun Al-Rasyid
dilahirkan pada bulan Februari 763 M. Ayahnya bernama Al-Mahdi dan ibunya
Khaizurran. Waktu kecil ia dididik oleh Yahya bin Khalid Al-Barmaki. Ia menjadi
khalifah bulan September 786 M pada usia 23 tahun. Ia menggantikan kedudukan
saudaranya Musa Al-Hadi. Sewaktu menjadi khalifah ia dibantu oleh Yahya bin
Khalid dan keempat putranya.
Harun Al-Rasyid
adalah khalifah ke-6 dari Daulah Abbasiyah. Ia dikenal sebagai penguasa
terbesar di dunia pada waktu itu. Ia seorang yang taat beragama, saleh dan
dermawan. Ia sering turun ke jalan-jalan di kota Bagdad pada malam hari untuk
mengadakan inspeksi melihat keadaan yang sebenarnya untuk membantu kaum yang
lemah dan memperbaiki keadaan.
Masa pemerintahan
Harun Al-Rasyid adalah masa keemasan Daulah Abbasiyah. Sebab itu, Bagdad
menjadi mecusuar kota impian seribu satu malam yang tidak ada tandingannya di
dunia pada abad pertengahan. Di samping itu, keadilan dan kesejahteraan sangat
diperhatikan dan selalu diusahakan secara merata.
Wilayah
kekuasaanya terbentang luas dari Afrika Utara sampai Hindu Kush, India.
Kekuatan militernya sangat dikagumi oleh lawan. Hal ini terbukti waktu
mengadakan serangan balasan ke Byzantium yang telah mengingkari perjanjian yang
telah disepakati sebanyak 6 kali. Peperangan ini banyak menewaskan tentara
Byzantium, kota Matarah dan Enzyra dapat direbut, Cyprus dapat ditaklukkan
kembali dan Crette mendapat gempuran yang sangat dahsyat dan akhirnya Byzantium
minta damai. Permohonan itu dikabulkan Harun Al-Rasyid dengan sebuah
perjanjian, bahwa Byzantium harus membayar upeti yang telah ditentukan
sebagaimana perjanjian terdahulu. Hal ini terjadi pada tahun 791 M. Dalam
serangan ini, seluruh Byzantium termasuk ibu kotanya Konstatinopel dapat
ditaklukkan. Keagungan sejati Khalifah Harun Al-Rasyid terletak pada sikap
politik damainya yang selalu terlihat. Hal itu sangat besar pengaruhnya bagi
kesejahteraan rakyatnya.
Ia mengumpulkan
kaum cendikiawan dan para bijak yang mengatur pemerintahan Daulah Abbaiyah.
Perdana Menterinya, Yahya Barmaki dengan kasih sayang disebutnya “ayah”, serta
keempat anaknya terutama Ja'far dan Fazal, merupakan tokoh penting dalam
pemerintahan Harun Al-Rasyid, sehingga masa pemerintahannya dikenal dalam
sejarah dunia sebagai masa kejayaan dunia Islam.
Keadaan Daulah
Abbasiyah yang aman membuat para pedagang, saudagar, kaum terpelajar, dan
masyarakat umum dapat melakukan perjalanan di seluruh wilayahnya yang sangat
luas itu, membuktikan juga betapa baik dan betapa kuatnya pemerintahan Harun
Al-Rasyid. Masjid, Perguruan Tinggi, Sekolah, Rumah Sakit, dan sebagainya
didirikan. Semua itu bertujuan unutk kesejahteraan masyarakatnya.
Ibu Harun
Al-Rasyid Khaizuran dan isterinya Zubaidah sangat besar sekali jasanya bagi
kesejahteraan Negara dan Rakyat. Waktu berkunjung ke kota Makkah dan Madinah
yang pada waktu itu rakyatnya sangat menderita kekurangan air, Zubaidah
mengeluarkan uangnya sendiri untuk membangun saluran air yang dikenal dengan
sebutan “ Terusan Zubaidah” .
Saluran itu merupakan bantuan yang sangat penting artinya bagi penduduk kota
suci tersebut.
Harun Al-Rasyid
sama dengan Abu Ja'far Al-Mansur. Keduanya orang yang sangat cinta ilmu
pengetahuan.[7] Khalifah ini melarang
kepada tentaranya untuk merusak kitab apapun yang ditemukan dalam medan perang.
Ia sangat giat dalam usaha menterjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab.
Dewan penerjemah didirikan secara resmi dan dipimpin oleh seorang Anggota
Majelis Ulama yang bernama Yuhana bin Musawaih.
Kitab-kitab
kedokteran dari Yunani, kitab-kitab pengetahuan dari Euclides dan lain-lain
telah deterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang pada saat itu sudah menjdai
bahasa pengantar dari berbagai suku bangsa yang telah memeluk agama Islam dan
sekaligus sebagai ilmu pengetahuan.
Ketika Harun
Al-Rasyid berkunjuing ke Khurasan, ia menderita sakit. Setelah sekian lama
mengalami penderitaan, akhirnya ia meninggal dunia pada tanggal 4 Jumadi
al-Tsani 193 H / 809 M. Setelah menjadi khalifah lebih kurang 23 tahun 6 bulan.
D.
Perekmbangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Pada
Masa Bani Abbasiyyah
Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan masa kejayaan
Islam dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada zaman ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu
pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun yang naqli
mengalami kemajuan dengan pesatnya. Secara
garis besar Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak
kejayaan pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Hal ini dapat dilihat dari
adanya gerakan penerjemahan buku dari berbagai bangsa dan bahasa. Sehingga
dengan gerakan penerjemahan buku tersebut, lahirlah para tokoh Islam sesuai
dengan keahliannya. Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang
sastra dan seni saja juga berkembang , meminjam istilah Ibnu Rusyd, Ilmu-ilmu
Naqli dan Ilmu Aqli. Ilmu-ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih,
Ushul Fiqh dan lain-lain. Dan juga berkembang ilmu-ilmu Aqli seperti Astronomi,
Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah, Ilmu Alam, Geografi, Kedokteran dan lain
sebagainya. Perkembangan ini memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu
pengetahuan, dalam ilmu bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang
pengarang buku nahwu yang sangat terkenal Alfiyah
Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun serta
tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan
ilmu pengetahuan selanjutnya.
Popularitas Daulah
Abbasiyah juga mencapai puncaknya di zaman Khalifah al-Ma’mun (813-833 M).
Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah
sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran
paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan
berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan
dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.[8]
Diantara para pemikir-pemikir pendidikan pada
masa Bani Abbasiyyah adalah, antara lain sebagai berikut:
Dalam bidang ilmu filsafat
1. Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2. Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3. Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
4. Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5. Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain:
Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6. Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al-Munqizh Minadl-Dlalal ,Tahafutul
Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin, dan
lain-lain.
7. Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya:Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful
Afillah, dan lain-lain.
Dalam
bidang ilmu hadits
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an
pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang
ternama, antara lain:
• Imam Bukhari,
yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abil Hasan di Bagdad, karyanya antara lain Shahih
Bukary (Al-Jamius Shahih).
• Imam Muslim,
yaitu Imam Abu Muslim bin Al Hajjaj Al-Qushairy Al-Naishabury, wafat 261 H di
Naishabury,. Karyanya yang terkenal adalah Shahih Muslim (Al-Jamius Shahih).
• Ibnu Majah,
karyanya Sunan Ibnu Majah.
• Abu Daud, karyanya
Sunan Abu Daud.
• Al- Nasai,
karyanya Sunan Al-Nasai, dan lain-lain.
Dalam bidang ilmu naqli
1.
Ilmu Tafsir, Para
mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy
(wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak
dan lain-lain.
2.
Ilmu Kalam, Dalam
kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam,
diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh
Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali.
3. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465
H). Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H).
Karangannya : Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz
dan lain-lain.
4.
Para Imam Fuqaha,
Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat
yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam
zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin
Hambal dan Para Imam Syi’ah.[9]
E.
Masa Kemunduran Daulah Bani Abbasiyah
Tak ada gading yang
tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat pas untuk dijadikan cermin atas
kejayaan yang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya
dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya ia pun
mulai kaku dan akhirnya runtuh.
Menurut beberapa
literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu
A. Faktor Internal, antara lain:
A. Faktor Internal, antara lain:
a. Mayoritas
kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan
melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara.
b. Luasnya wilayah
kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukuan
c. Semakin kuatnya
pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh
kecemburuan atas posisi mereka.
d. Dengan profesionalisasi
angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
e. Permusuhan antar
kelompok suku dan kelompok agama.
f.
Merajalelanya
korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
B.
Faktor
eksternal, antara lain:
a. Perang Salib
yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
b.
Penyerbuan
Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya
Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul:
Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di
India.Ø
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari urayan makalah diatas, dapat kami simpulkan bahwa: Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan
penguasanya adalah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini
didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas.
Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti sebelumny,
dinasti Umaiyah.
Pada mulanya ibu kota negera adalah al-Hasyimiyah dekat
kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara al-Mansyur
memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian pusat pemerintahan
dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan
konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal
untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai
mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya
pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.
B. Saran
Dari penjelasan di atas kita sebagai umat Islam dapat
mengambil pelajaran. Sebuah sistem yang teratur akan menghasilkan pencapaian
tujuan yang maksimal, seperti kisah pendirian dinasti Abbasiyah. Mereka bisa mendirikan
dinasti di dalam sebuah negara yang dikuasai suatu dinasti yang menomorduakan
mereka. Selain itu dari sejarah kekuasaan
dinasti Abbasiyah ini kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai saat ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kita yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah dahulu.
dinasti Abbasiyah ini kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai saat ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kita yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah dahulu.
Sebaliknya, kita juga dapat belajar dari
kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar ini agar tidak sampai terjadi
pada diri kita dan anak cucu kita. Mereka telah dibutakan oleh kekuasaan,
sehingga mereka tega membantai hampir seluruh keluarga dinasti Umayyah yang
notabene adalah sesama umat Islam. Selain itu kecerobohan yang terjadi pada
masa dinasti Umayyah terulang lagi pada masa dinasti Abbasiyah yang menyebabkan
runtuhnya kekuasaan dinasti Abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya
menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang telah susah payah mereka dirikan.
Daftar Referensi
Edyar, Busman, dkk. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Pustaka Asatruss, 2009), Cet ke. II
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 3,
Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997,
http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 1995,
F.
Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah Kebudayaan Islam,
Tangerang, :Pon-pest DaaEl-Qolam,
Badri Yatim, Dr., MA., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah
Islamiyah II, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006),
[1]
Edyar, Busman, dkk. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009),
Cet ke. II, hlm. 62
[2]
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid
3, Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997, hlm. 44
[3]
http://muhlis.files.wordpress.com/2007/08/islam-masa-abbasiyyah.pdf
[4]
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 1995, hlm. 211.
[5]
Ibid, hlm. 212
[6]
E. Abdul Aziz Tibrizi, Diktat II Sejarah
Kebudayaan Islam, Tangerang, :Pon-pest DaaEl-Qolam, h. 46
[8]
Badri Yatim, Dr., MA., Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006), hlm.
52-53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar